Sunday, November 15, 2020

Tentang Akhir Minggu

Semenjak pandemi, saya benar-benar fokus dan sangat menghargai akhir minggu. Walau sebelum pandemi ya sama-sama juga menghargai akhir minggu, kali ini rasanya berbeda. Tak pernah menyangka bahwa kerja dari rumah akan semelelahkan ini. Makanya, walau tak bisa mendatangi tempat favorit, makan di luar, atau staycation, saya selalu menyempatkan untuk keluar rumah walau di dalam mobil saja.

Kemarin, untuk pertama kalinya setelah 8 bulan, kami pergi ke ruang terbuka hijau lagi. Niatnya, sih, mencari sinar Matahari. Eh, kebanyakan. Pulang-pulang, saya demam hingga 38,5. Dugaan saya, terkena heat-stroke. Malamnya hingga kini, diare menyerang. Sungguh serangan panas minggu ini agak menyiksa.

Hari ini, merasa agak segaran, kami melakukan rutinitas yang hanya bisa dilakukan di akhir minggu. Mencari sarapan, belanja ke pasar, dan jatah 2 mingguan bersih-bersih rumah alm Bapak Ibu. Merasakan aroma rumah tuh tak ada tandingannya, deh. Walau sudah tak berpenghuni, rumah masih terasa hangat. Sempat pula dapat cerita tentang tetangga super rese yang cari gara-gara dengan rumah Alm Bapak Ibu (selalu ya ada tetangga macam begini di perumahan mana pun) dan juga memantau dari jauh hajatan tetangga dekat yang diselenggarakan di lapangan tengah perumahan. Saya juga menyempatkan diri pergi ke makam Bapak Ibu, menengok 'rumah' baru mereka. Awal minggu lalu, kami akhirnya merenov makam Bapak Ibu. Family time, judulnya. Kangen juga.

Nun jauh di sana dan di mana-mana, saya yakin banyak yang sedang berkumpul bersama keluarga. Mencicipi masakan yang ibu buat, bersenda gurau dengan saudara, membicarakan tentang rumah masa depan, atau simply bercengkerama dan menikmati sisa waktu yang masih bisa dinikmati sama-sama. Sebagai manusia, tentu terkadang saya merasa iri. Rindu rasanya punya orang tua, hingga terkadang lupa rasanya bagaimana sih punya orang tua itu. Ah, tapi saya nggak mau berlarut-larut. I spent my Sunday very well, bersama Bapak dan Ibu. 

Thursday, November 12, 2020

Tentang Sebuah Kejadian

Sore kemarin, ada kejadian yang cukup menggemparkan di kantor. Kejadian yang menyangkut dua orang dekat di kantor. Saya nggak mau menjelaskan terperinci mengenai kejadian tersebut. Namun, kejadian tersebut cukup membuat sejumlah karyawati di kantor ‘patah hati’.

Menurut pandangan beberapa orang, kejadian ini memang dianggap tabu dan tidak rasional. Tapi, banyak banget wanita yang mau menjalankannya. Seperti halnya banyak orang (dan wanita) yang tidak setuju akan hal ini, termasuk saya, semakin hal itu terjadi di kalangan terdekat, saya mencoba memahami. Memahami di sini bukan berarti sepaham dan setuju, tapi lebih mencoba untuk menghormati keputusan yang bersangkutan.

I’m not better than anyone, (maybe) I'm not better than her. Merasa nggak pantas menghakimi, walau di kepala rasanya masih nggak percaya hal ini terjadi. Percayalah, otak saya masih memprosesnya bahkan hingga kerap kali bergidik sendiri. Kenapa bisa begini, kenapa bisa begitu, khan dia begini, khan dia begitu, terus saja sampai pusing. Kesempatan untuk terus menghakiminya, tentu saja ada. Terlebih, saya berada di dalam lingkungan berisi orang-orang yang sama-sama nggak habis pikir dengan kegemparan yang terjadi. Ponsel pun tak henti-henti memberi notifikasi hingga menjelang tengah malam. Meributkan dan membicarakan hal yang sama.

Temanku sayang, maaf ya. Mungkin, saya merasa seperti ‘ia’ sudah menodai pertemanan kita. Mungkin masih banyak pertanyaan di kepala saya. Walau begitu, saya mencoba mengerti kalian, ya. Semua butuh proses dan saya percaya sekali kalian sudah (bahkan mungkin masih) melewati proses itu. Saya menghormati dan sangat menghargai keputusan kalian. Apapun itu, semoga segala urusan kalian dilancarkan dan diberkahi Yang Kuasa. Mohon beri kami waktu untuk menelaah ini semua. Saya pun merasa tak jauh lebih baik kalau sampai harus menghakimi kalian. Congratulation and wish you guys have a better life. Aamin.