"Write about Love"
Walau nggak ahli di dunia percintaan, saya punya 10
mantan pacar hahaha. Malu-maluin, sih, kebanyakan ceritanya. Tapi, dalam
postingan kali ini, saya nggak mau ceritain percintaan saya saat ini, ya.
Kisah cinta pertama saya sudah pernah saya kisahkan di postingan
DAY 19. Kisah cinta berikutnya masih di SMP, saat dekat dengan teman les bimbel.
Walau nggak lama putus, kami akhirnya satu SMA dan malah berteman baik. Lalu,
saya dekat dengan kakak kelas bernama R di SMA. Hubungan saya dengan R dibilang
nggak mulus. Sayanya suka banget, dianya biasa aja. Nggak lama jadian, tahunya
dia sudah punya dua cewek *tepok jidat*. Walau begitu, saya tetap mau sama dia.
Berkali-kali putus nyambung, sih. Dan benar-benar berakhir di tahun ketiga usia
hubungan kami.
Di sela-sela putus nyambung yang nggak terhitung itu, saya
sempat cari ‘pelarian’. Saya dekat dengan teman seangkatan, bernama RN. RN baik
banget. Walau bad boy dan tahu kalau saya nggak bisa move on, dia sayang
banget sama saya. Malah saya biasa aja, sih sebenarnya. Namanya juga pelarian.
Nggak lama, saya minta putus karena gak tega—dia terlalu baik. Saya lalu dekat
dengan seorang kakak kelas bernama A, tapi ini juga nggak berjalan lama karena
ternyata saya cuma jadi bahan taruhan. Ujung-ujungnya, ya balik-balik terus
sama si R sampai saya lulus SMA di tahun 2005.
Saat awal kuliah, saya sempat dekat lagi dengan RN. Kali ini
murni bukan karena pelarian, sih. Saya dekat hingga satu tahun lamanya dan
putus karena masing-masing menjauh. Sempat jadian dengan beberapa orang, dari teman
kuliahnya teman, temannya mantan, sampai senior Paskibra yang usianya jauh di atas
saya. Lagi-lagi, semua berakhir dengan bubar jalan. Mungkin saat itu saya terlalu
banyak menuntut. Menuntut diri saya untuk selalu punya pacar dan menuntut waktu
si pacar untuk selalu punya waktu untuk saya—yang sebenarnya tidak baik. Ya,
apa, sih yang ada di pikiran saya yang waktu itu belum genap berusia 20 tahun.
Setelah kisah cinta dengan si senior berakhir, saya seperti mengambil
jalan putar balik. I put myself first. Kelihatannya egois, sih. Tapi, saya
merasa kayak udah lama banget nggak menomorsatukan diri saya. Semacam buang-buang
waktu dengan cowok-cowok itu, hanya karena tuntutan sosial—di mana semua teman
sepermainan saya punya pacar. I finally got what I want. Teman baru, internship
di stasiun TV, dan dipercaya memimpin beberapa project di kampus oleh organisasi
yang saya ikuti.
Lalu, apa saya menyesal dengan kisah percintaan saya? Ya, nggak juga, sih. Kalau nggak melewati itu semua, mungkin nggak akan sadar-sadar tentang apa sih yang terbaik buat diri saya. Di mata saya sekarang, cinta itu bentuknya universal. Saya
cinta sekali dengan Birru, saya cinta dengan orang yang saya kagumi, saya cinta
dengan pekerjaan saya, saya cinta dengan beberapa benda yang saya punya, saya
cinta dengan pencapaian yang saya raih, dan sebagainya. Cinta bisa diraih,
cinta bisa dicari, cinta bisa dirawat, cinta bisa datang kapan saja—di waktu
dan tempat yang nggak kita duga, dan cinta bisa juga hilang—been there before. Cinta
juga bisa dialami, didalami, dilalui, dan bahkan dilewati.
Itu saja, sih, yang saya mau tulis tentang cinta. Agak
menggantung, tapi saya juga nggak mau menulis yang berlebihan tentang ini. Semoga
yang baca terhibur, ya. See ya 😊
No comments:
Post a Comment